(Catatan Pendek membaca buku Kecantikan dan Kesedihan karya
Kawabata)
Oleh: Nanang Fahrudin
“Kisah cinta yang dihadirkan terlalu menyedihkan. Dan balas
dendam itu sungguh mengerikan,” kataku dalam hati saat menutup halaman terakhir
buku Kecantikan dan Kesedihan karya Kawabata. Kereta Pramex terus melaju meninggalkan
Surakarta jauh di belakang, bergerak menuju Yogyakarta. Aku duduk di salah satu bangku dekat pintu.
Buku kututup. Pandangan kualihkan keluar, lewat jendela kaca.
Pikiranku masih terbawa oleh kisah-kisah yang dihadirkan
oleh Kawabata. Aku mengagumi cara penceritaannya yang indah. Meski yang
diiceritakan adalah sesuatu yang mengerikan. Bagiku, buku ini lebih menemukan
bentuk ceritanya dibandingkan dengan dua buku lain yang sebelumnya kubaca
(Rumah Perawan, dan Daerah Salju).
Kecantikan dan Kesedihan berkisah tentang hubungan cinta
antara Oki dan Otoko. Oki adalah laki-laki yang sudah berumahtangga dan punya
anak, sedang Otoko adalah gadis berusia 16 tahun. Otoko lalu hamil dan
melahirkan bayi. Sayang, bayinya meninggal sesaat setelah dilahirkan. Otoko
sakit dan lemah. Oki merawatnya hingga ia sembuh. Namun, ketika Otoko sembuh,
ia dipaksa menjauhi Oki dan pindah rumah. Beberapa kali Otoko hendak bunuh
diri. Mereka pun berpisah.
Namun, perpisahan itu bukan akhir cerita. Oki kembali kepada
istrinya. Sedang Otoko tinggal di Tokyo. Dan kisah pun berlanjut. Oki menulis
sebuah novel yang diinspirasi oleh kisah cintanya dengan Otoko. Novel itu
berjudul ‘Gadis Enam Belas Tahun’ dan laris di pasaran. Oki kemudian menjadi
penulis terkenal.
Sedang Otoko menjadi seorang pelukis terkenal dan punya
beberapa murid. Salah satu muridnya bernama Keiko, gadis cantik namun sifatnya
penuh misteri. Otoko dan Keiko hidup serumah. Mereka menjalin hubungan kasih.
Tidur bersama, mandi bersama, meski sama-sama perempuan. Dan sepanjang
pembacaanku (entah kalau terlewat), Kawabata tak pernah menyebut mereka
lesbian. Seakan ia membiarkan pembaca menyimpulkan sendiri hubungan Otoko-Keiko
tersebut.
Singkat cerita, Keiko lah yang hendak membalas dendam terhadap Oki dan keluarganya. Balas dendam
yang didasari oleh rasa cintanya yang tak terbatas kepada Otoko. Otoko sendiri
sudah beberapa kali melarang balas dendam itu. Karena baginya Oki adalah sebuah
cinta yang tak bisa dijabarkan. Ia yang membuat dirinya hancur, tapi tak pernah
ada rasa benci di hatinya.
Tapi Keiko adalah gadis yang keras dan penuh misteri. Ia pun
mendekati Oki sekaligus mendekati Taichiro, anak laki-laki Oki. Pada sebuah
sore, Taichiro diajak Keiko berwisata di danau. Kisah berakhir dengan kematian
Taichiro yang mengalami kecelakaan sampan. Keiko sendiri terselamatkan dan
dirawat di rumah sakit. Balas dendam yang mengerikan bukan?
Ah sudahlah. Aku harus mencoba untuk keluar dari buku
tersebut dan melihatnya dari sisi luar. Pertama-tama, buku itu aku sandingkan
dengan Rumah Perawan dan Daerah Salju. Semuanya menawarkan imajinasi yang liar
dengan bahasa yang indah memikat. Mungkin itu kepiawaiannya sebagai pengarang
Jepang. Membaca karya Kawabata adalah membaca Jepang dengan manusia-manusianya.
Banyak sekali cara pandang, budaya, dan istilah Jepang yang masuk.
Kedua, kucoba menyandingkan karya Kawabata dengan
karya-karya penulis Jepang lainnya. Seperti Kuil Kencana karya Yukio Mishima, atau Rahasia Hati karya
Natsume Soseki. Kok rasa-rasanya ada napas yang mirip, yakni budaya Jepang yang
kental banget. Dan itu...cara menceritakan yang agak lambat. Kawabata di novel
Kecantikan dan Kesedihan ini terbilang agak cepat. Tapi di Rumah Perawan dan
Daerah Salju, cara menceritakannnya cukup lambat dan tenang.
Wah, pada awalnya aku ingin membikin catatan yang pendek
banget. Tapi kok nyatanya lebih dari satu halaman. Ya sudahlah. Buku ini menarik
untuk dibaca. Sayang harganya lumayan tinggi untuk ukuran buku kecil 310
halaman. Mungkin karena penerjemahnya adalah Max Arifin dan diterbitkan oleh
Mahatari yang membuat buku ini agak mahal. Tapi beruntunglah aku dapat buku ini
seharga Rp 15.000. Murah kan?