Senin, 16 Januari 2017

Tragedi Hidup Leany dan George

Oleh: Nanang Fahrudin

Catatan Pendek Membaca Buku “Of Mice and Men” karya John Steinbeck

Kita akan bertemu Leany. Kita juga akan bertemu George. Dimana? Tentu di sekitar kita. Kita akan bertemu dengan kecerdasan, kebodohan, rasa takut, kemarahan, merasa sangat hina, dan juga bertemu dengan mimpi yang indah. Ya. Bukankah dunia ini adalah jalan yang selalu terbuka akan banyak kemungkinan?

Ah, jangan bingung. Maaf jika saya membingungkan anda. Siapa Leany dan George? Dua orang ini adalah tokoh fiksi dalam novel Of Mice and Men John Steinbeck.  Steinbeck begitu mahir membangun kisah yang satir, tragis, dan sesekali penuh kelucuan. Leany dan George adalah sebuah tragedi kehidupan.

Begini kisah singkatnya (dipadu dengan imajinasi saya). Leany dan George adalah dua laki-laki pekerja kasar di sebuah peternaakan di Amerika tahun 1900 an. (Steinbeck tak menyebut tahun, tapi biarlah tahun itu yang menjadi bayangan saya). Mereka adalah kaum miskin Amerika yang hidup dengan cara menjual tenaga dari satu peternakan ke peternakan lainnya. Mereka melarikan diri dari sebuah peternakan  di Weed karena Leany melakukan kesalahan. George adalah teman baik dan selalu melindunginya.

Leany adalah laki-laki berbadan besar tapi otaknya kosong. Bahkan, ia selalu lupa apa yang dikatakan George atau siapapun. Tenaganya kuat seperti banteng. George selalu meyakinkan siapapun bahwa Leany tidak gila, melainkan hanya bodoh. Tapi dia bisa diperintah untuk mengangkat beban berat, jadi cocok untuk pekerja kasar.

Sedang George adalah laki-laki kecil, lincah dan cerdik. Panjang akal. Dia sudah lama bersama dengan Leany dan selalu melindunginya. Seringkali ia memarahi Leany karena perilaku-perilakunya yang aneh. Diantaranya kesukaan Leany mengantongi tikus mati dan mengelus-elusnya. George ingin bekerja, mengumpulkan uang, lalu membeli sebidang tanah dan rumah. Ia ingin hidup tenteram dengan hak milik.

Setelah melarikan diri dari peternakan Weed, mereka diterima bekerja di sebuah peternakan lain. Ada banyak pekerja di sana. Sebagaimana kehidupan masyarakat miskin, mereka tinggal di kamar-kamar khusus pekerja. George selalu mengkhawatirkan Leany, sehingga siapapun yang bertanya ke Leany, George lah yang menjawab. George tak ingin Leany menemui masalah dengan kebodohannya.

Mereka kemudian membangun mimpi bersama. George selalu diminta untuk mengatakan mimpi itu berulang-ulang. Itulah kesenangan Leany: mendengar mimpi-mimpi diucapkan. “Kita akan membangun rumah kecil, ada kebun buah, kelinci-kelinci kecil yang lucu,” kata George. “Lanjutkan ceritanya George. Aku mohon George,” kata Leany. Ya, Leany akan sangat bahagia saat George selalu mengulang mimpi-mimpi itu, seakan mimpi itulah kehidupan nyatanya yang patut disyukuri.

Hingga pada malam, semua pekerja keluar untuk bersenang-senang. Leany tinggal sendiri di lumbung besar penuh jerami. Ia mengelus-elus anak anjing yang sudah mati. Secara tak sengaja, Leany telah membunuh anak anjing itu. Karena tenaganya yang besar, meski ia bermaksud mengelus-elus, tapi tangannya bisa mencekik atau melukai. Begitulah.

Lalu datang istri Curley mendekat dan menggodanya. Curley adalah anak bos peternakan. Sedang istrinya dikenal sebagai perempuan nakal, suka keluyuran ke kamar-kamar pekerja. Dan sekarang, ia datang ke Leany untuk sekadar ngobrol. Tapi Leany menolaknya. “George melarangku berbicara denganmu,,” kata Leany yang diulang-ulang terus.

Tapi istri Curley terus bercerita dan mendekat. Puncaknya adalah tangan Leany diminta membelai rambut perempuan itu. Leany yang memang menyukai sesuatu yang lembut, tak menolaknya. Ia terus membelai. Tapi lama kelamaan belaian itu seperti cengkeraman, dan perempuan itu menyingkirkan tangan Leany. Tangan Leany menyangkut rambut, dan perempuan itu terus berteriak. Leany panik dan memintanya tidak berteriak. Dia sangat takut kalau George mendengar dan akan marah, dan dia dilarang mengelus-ngelus kelinci.

Perempuan itu makin teriak dan takut, sedang Leany makin takut dan bingung. Cengkeraman makin kuat. Dan tangan Leany membekap mulut perempuan itu hanya bermaksud agar dia tidak berteriak dan didengan George. Sampai akhirnya perempuan itu tak bergerak dengan leher terpelintir hampir putus. Peternakan gempar, Leany melarikan diri.

Kisah ini ditutup dengan sebuah tragedi. Leany yang mengalami delusi, membayangkan bertemu dengan Bibi Clara, berada di rumah impian dengan kelinci-kelinci, dan terakhir bertemu dengan George yang tak memarahinya. Ia meracau di tepi sungai tempatnya bersembunyi menunggu George. Lalu, Leany rubuh bersimbah darah. Pistol masih di tangan George. Ya, George telah mengakhiri mimpi Leany. George yang bertahun-tahun melindunginya.

*** 

Ada semacam perasaan haru dan sedih setelah membaca buku ini. Selalu ada derita dalam bahagia. Selalu ada harap dalam ketidakberdayaan. Selalu ada akhir dalam sebuah permulaan. Bagaimanapun, kita sering dihimpit oleh ketidakberdayaan, namun akan selalu bisa keluar dengan jalan yang kita yakini benar.  Kisah dalam buku ini bukan sedang berkhutbah, tetapi memberi cermin bagi kehidupan kita.

Apa yang dilakukan Leany dengan aksi kekerasannya, bisa dipandang sebagai sebuah luapan ketakutan. Dia tidak pernah berniat atau dengan sengaja membunuh. Dia hanya sangat takut dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Persis ketika kita diliputi rasa takut, lalu melakukan hal-hal yang melewati batas.

Seseorang takut dengan “yang lain” lalu melindungi diri dengan cara menerkam “yang lain”. Seseorang takut miskin di masa depan, dia akan mengumpulkan uang sebanyak mungkin dan kalau perlu korupsi. Ketakutan dan kekerasan seringkali menjadi sebab-akibat yang saling tumpang tinduh. Studi tentang ini bisa dibaca di buku Memahami Negativitas karya F. Budi Hardiman. Ketakutan bisa membawa kekerasan.

Ah, sudahlah. Silahkah anda membacanya sendiri. Salam untuk Leany dan George.

Ohya, saya membaca buku yang versi bahasa Indonesia terbitan Ufuk tahun 2006. Jadi bukan buku bahasa Inggris atau terbitan Lenter Dipantara yang terjemahan Pramoedya Ananta Toer itu. Tapi tidak apa-apa. Tetap mendebarkan.


Jogja, 17 Januari 2017 

0 komentar:

 
© Copyright 2035 godongpring