Rabu, 25 Januari 2012
Browse » Home »
Esai Warung Kopi
» Di Mana Musala-nya Pak?!
Di Mana Musala-nya Pak?!
Oleh : Nanang Fahrudin
Pagi-pagi sekali kami sudah meluncur. Tujuan kami Taman Safari Indonesia 2 di Pasuruan. Minggu 8 Januari 2012, hari libur terakhir sekolah membuat tempat rekreasi itu penuh sesak pengunjung. Hmm..belum masuk lokasi, antrean mobil sudah mengular di depan mata. Tapi keinginan untuk menikmati tempat rekreasi itu menjadikan antrean panjang bukan sebagai masalah.
Setelah lama ikut dalam barisan antre, kami membayar loket untuk sembilan orang Rp805.000. Dalam satu mobil kijang memang diisi sembilan penumpang. Lima orang dewasa dan sisanya anak-anak. Berdesak-desakan yang menyenangkan kan?. Saya duduk di bangku paling belakang. Anak saya yang berusia delapan tahun duduk di samping kanan. Sedang anak saya yang baru berusia enam bulan digendong istri saya yang duduk di samping kiri. Hmm….lengkap sudah.
Masuk ke Taman Safari, kami begitu riang. Apalagi bisa melihat hewan-hewan yang jarang kami lihat berada dekat di sekitar kami. “Awas jangan ditabrak. Ada monyet di depan,” kata keponakanku. Ya, di depan kami seekor monyet duduk berselonjor di tengah jalan beraspal. Ia seperti sedang menyapa kami dan tidak peduli kami membutuhkan jalan itu untuk bisa melaju lagi.
Hewan demi hewan dilewati mobil kami. Mulai jerapah, gajah, buaya, rusa, aneka burung, kuda nil, dan entah apa lagi. Kehadiran satwa-satwa itu memang bukan satu-satunya yang membuat saya riang. Tapi berkumpul bersama keluarga membuat hati selalu tersenyum. Dan Taman Safari mempertemukan keduanya, yakni rekreasi yang menyenangkan dan berkumpul dengan keluarga. (aih-aih sok romantis ya….)
Sekitar pukul 13.00 WIB, pertunjukkan gajah dimulai. Kami semua duduk di bangku cor yang ditata melingkar persis seperti di arena konser. Di tengah-tengah terdapat panggung dengan posisi lebih bawah. Di atas panggung empat gajah terus beraksi ditemani cewek-cewek berbaju kuning.
Pertunjukkan gajah usai, kami melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB. Kami pun mencari musala atau sekedar tempat yang bisa untuk kami melaksanakan salat. Menyusuri jalan dan melihat-lihat papan penunjuk, tak kami temukan musala itu. Waktu terus berjalan dan kami belum salat dhuzur.
Kami pun memutuskan melaksanakan salat dhuzur dan asar dengan cara jamak. Dan kami melanjutkan rekreasi ke tempat pertunjukkan singa dan arena lumba-lumba. “Tepuk tangan untuk lumba-lumba kita,” kata pemandu yang disambut tepuk tangan kami dan ratusan pengunjung lain.
Kami keluar arena lumba-lumba menuju toilet. Di kamar khusus laki-laki ada toilet berdiri empat unit, satu rusak, dua banjir dan tinggal satu yang bisa. Entah pengunjungnya banyak dan semua kebelet pipis akhirnya harus antre. Sedang ada dua kamar mandi yang satu ternyata air banjir di lantainya. Soal bau…hmmm, tak usah ditanya.
Di sekitar toilet kami mencari kalau-kalau ada tempat musala. Ee..ternyata tak ada juga. Kami pun bertanya kepada petugas. “Bapak keluar ada parkir lalu belok ke kiri,” kata petugas. Haa…harus jalan keluar menuju parkir dan belok ke kiri?. Hmm…tempat rekreasi yang ndak ramah bagi pengunjung muslim.
Label:
Esai Warung Kopi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar