Oleh: Nanang Fahrudin
Sebelumnya saya mohon maaf kepada mas-mas dan mbak-mbak yang suka ngegame Clash of Clans (CoC). Bukan maksud saya menjelek-jelekkan game idola sampean, apalagi anti. Bukan. Tapi, saya sekadar galau saja melihat CoC telah menyerang anak-anak. Setiap hari, berapa jam anak-anak tak berkutik di hadapan layar ponsel untuk memainkan game tersebut.
Saya galau karena saya membayangkan dunia anak-anak bukanlah dunia CoC. Melainkan dunia dolanan dengan mengandalkan keterampilan anggota tubuh dan kekompakan tim bermain. Bayangkan saja, dalam sehari anak-anak duduk dan bermain CoC yang membayangkan sebagai pahlawan namun tanpa beranjak dari tempat duduk. Jika dalam sehari lima jam bermain, maka selama sebulan ada 150 jam anak-anak menghabiskan waktu hanya duduk-duduk sambil memencet ponsel.
Lalu, bayangkan juga dunia anak yang lain (sebagaimana saya bayangkan sekarang). Yakni, anak-anak bermain bola di halaman rumah kita. Mereka berlari ke sana kemari, berkeringat, dan saling teriak kepada kawan bermain. Atau mereka bermain egrang, berjalan dengan kaki bambu sambil belajar keseimbangan. Apa yang beda? Pasti beda kan.
Akan tetapi, itulah dunia anak sekarang. Dunia CoC. Bukan lagi pemandangan ganjil jika anak-anak usia SD bergerombol sambil membawa ponsel masing-masing. Tanpa sapa, tanpa bicara. Karena mereka sedang asyik main CoC. Terkadang mereka mendatangi tempat umum yang dilengkapi dengan wifi. Untuk apa? Tentu untuk upacara ngegame CoC.
Game ini memang bukan tanpa manfaat. Membangun komunitas, melatih pasukan, hingga bagaimana berstrategi berperang. Namun, apapun itu dunia anak bukanlah dunia duduk-duduk. Melainkan dunia bersosial. Karena, proses belajar anak paling bagus adalah di dunia komunal nyata bukan virtual.
Dilatarbelakangi kegalauan inilah, saya mencoba mengajak anak-anak mengembalikan dunianya yang hilang. Memutus anak-anak dari CoC secara total itu mendekati tidak mungkin. Namun, setidaknya mengurangi anak-anak ber CoC haruslah dilakukan. Meski membelokkan anak dari rel CoC hanya dua hingga tiga jam saja.
Sebagaimana hari Minggu pagi seperti sekarang ini. Saat hari libur sekolah, anak-anak akan memilih ngegame CoC. Tak terkecuali anak-anak di kampung saya yang jauh dari pusat kota. Mereka akan berkumpul di teras rumah saya sambil membawa ponsel. Duh….
Dan sejak minggu lalu, saya bertekad melawan CoC pada hari libur. Haha, bagaimana caranya? Saya ajak anak-anak ngontel keliling desa. Start jam 06.00 dan balik ke rumah sekitar pukul 09.00. Tiga jam lumayan untuk menjauhkan anak-anak dari CoC. Sekitar 10 anak ikut ngontel bareng tersebut.
Dalam acara dolanan dalam arti sebenarnya (bukan virtual) itu, saya ajak mereka untuk sesekali berhenti. Saat berhenti, saya “racuni” mereka agar tidak selalu ngegame CoC. Lebih baik main bola, kelereng, voli atau dolanan lain. Karena main bola itu lebih menyehatkan daripada main CoC. Main kelereng itu lebih menyehatkan daripada main CoC. Percayalah.
Saya juga ajak mereka ngobrol tentang membaca buku. Mereka pun siap membaca komik dan buku cerita kalau dipinjami. Maka saya pun menjanjikan mereka pada minggu depan membawakan buku-buku cerita ataupun komik. Agar minggu depan, selepas ngontel, mereka bisa membaca buku, dan boleh juga dibawa pulang. Semoga. Salam!
Bungur, 27 September 2015
Sebelumnya saya mohon maaf kepada mas-mas dan mbak-mbak yang suka ngegame Clash of Clans (CoC). Bukan maksud saya menjelek-jelekkan game idola sampean, apalagi anti. Bukan. Tapi, saya sekadar galau saja melihat CoC telah menyerang anak-anak. Setiap hari, berapa jam anak-anak tak berkutik di hadapan layar ponsel untuk memainkan game tersebut.
Saya galau karena saya membayangkan dunia anak-anak bukanlah dunia CoC. Melainkan dunia dolanan dengan mengandalkan keterampilan anggota tubuh dan kekompakan tim bermain. Bayangkan saja, dalam sehari anak-anak duduk dan bermain CoC yang membayangkan sebagai pahlawan namun tanpa beranjak dari tempat duduk. Jika dalam sehari lima jam bermain, maka selama sebulan ada 150 jam anak-anak menghabiskan waktu hanya duduk-duduk sambil memencet ponsel.
Lalu, bayangkan juga dunia anak yang lain (sebagaimana saya bayangkan sekarang). Yakni, anak-anak bermain bola di halaman rumah kita. Mereka berlari ke sana kemari, berkeringat, dan saling teriak kepada kawan bermain. Atau mereka bermain egrang, berjalan dengan kaki bambu sambil belajar keseimbangan. Apa yang beda? Pasti beda kan.
Akan tetapi, itulah dunia anak sekarang. Dunia CoC. Bukan lagi pemandangan ganjil jika anak-anak usia SD bergerombol sambil membawa ponsel masing-masing. Tanpa sapa, tanpa bicara. Karena mereka sedang asyik main CoC. Terkadang mereka mendatangi tempat umum yang dilengkapi dengan wifi. Untuk apa? Tentu untuk upacara ngegame CoC.
Game ini memang bukan tanpa manfaat. Membangun komunitas, melatih pasukan, hingga bagaimana berstrategi berperang. Namun, apapun itu dunia anak bukanlah dunia duduk-duduk. Melainkan dunia bersosial. Karena, proses belajar anak paling bagus adalah di dunia komunal nyata bukan virtual.
Dilatarbelakangi kegalauan inilah, saya mencoba mengajak anak-anak mengembalikan dunianya yang hilang. Memutus anak-anak dari CoC secara total itu mendekati tidak mungkin. Namun, setidaknya mengurangi anak-anak ber CoC haruslah dilakukan. Meski membelokkan anak dari rel CoC hanya dua hingga tiga jam saja.
Sebagaimana hari Minggu pagi seperti sekarang ini. Saat hari libur sekolah, anak-anak akan memilih ngegame CoC. Tak terkecuali anak-anak di kampung saya yang jauh dari pusat kota. Mereka akan berkumpul di teras rumah saya sambil membawa ponsel. Duh….
Dan sejak minggu lalu, saya bertekad melawan CoC pada hari libur. Haha, bagaimana caranya? Saya ajak anak-anak ngontel keliling desa. Start jam 06.00 dan balik ke rumah sekitar pukul 09.00. Tiga jam lumayan untuk menjauhkan anak-anak dari CoC. Sekitar 10 anak ikut ngontel bareng tersebut.
Dalam acara dolanan dalam arti sebenarnya (bukan virtual) itu, saya ajak mereka untuk sesekali berhenti. Saat berhenti, saya “racuni” mereka agar tidak selalu ngegame CoC. Lebih baik main bola, kelereng, voli atau dolanan lain. Karena main bola itu lebih menyehatkan daripada main CoC. Main kelereng itu lebih menyehatkan daripada main CoC. Percayalah.
Saya juga ajak mereka ngobrol tentang membaca buku. Mereka pun siap membaca komik dan buku cerita kalau dipinjami. Maka saya pun menjanjikan mereka pada minggu depan membawakan buku-buku cerita ataupun komik. Agar minggu depan, selepas ngontel, mereka bisa membaca buku, dan boleh juga dibawa pulang. Semoga. Salam!
Bungur, 27 September 2015
Sumber: http://blokbojonegoro.com/read/module/20150927/gerakan-melawan-coc.html